- Back to Home »
- SEJARAH KABUPATEN JEPARA
Posted by : Unknown
Saturday, February 2, 2013
Kabupaten Jepara
Motto: Trus Karyo Tataning Bumi (dari Bahasa Jawa yang artinya "Terus bekerja keras membangun daerah")
Motto: Trus Karyo Tataning Bumi (dari Bahasa Jawa yang artinya "Terus bekerja keras membangun daerah")
Semboyan: The World Carving Center
Julukan: Kota Ukir, Caribbean van
Java
Kabupaten Jepara, adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Jepara. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut
Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di
timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara
juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa.
Kabupaten
Jepara terletak di pantura timur Jawa Tengah, dimana bagian barat dan utara
dibatasi oleh laut. Bagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah
pegunungan . Wilayah Kabupaten Jepara juga
meliputi Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau di Laut Jawa.
Dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sebagian
besar wilayah
Karimunjawa dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa.
Penyeberangan ke kepulauan ini dilayani oleh kapal ferry yang bertolak dari Pelabuhan Jepara. Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang didarati pesawat berjenis kecil dari Semarang.
Karimunjawa dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa.
Penyeberangan ke kepulauan ini dilayani oleh kapal ferry yang bertolak dari Pelabuhan Jepara. Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang didarati pesawat berjenis kecil dari Semarang.
Etimologi
Dulu
ada orang yang sedang berjalan melewati Jepara melihat nelayan yang sedang
membagi-bagi ikan hasil tangkapannya membagi dlm bahasa jawa
adalah Para/Poro, maka pengembara tersebut
menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan. lama-lama kata Ujung Para berubah ejaannya menjadi lebih singkat yaitu Jung Para, masyarakat pun lama kelamaan berubah menjadi Jumpara lalu berubah menjadi Japara dan ahirnya berubah menjadi Jepara. Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten. Sedangkan nama Jepara di dalam sebutan bahasa Belanda: Yapara, Japare.
menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan. lama-lama kata Ujung Para berubah ejaannya menjadi lebih singkat yaitu Jung Para, masyarakat pun lama kelamaan berubah menjadi Jumpara lalu berubah menjadi Japara dan ahirnya berubah menjadi Jepara. Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten. Sedangkan nama Jepara di dalam sebutan bahasa Belanda: Yapara, Japare.
Sejarah
Rumah
warga Jepara Era colonial Belanda Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan
ditanah jawa. Diujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk
yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu
melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat
Juwana. Asal nama Jepara berasal dari
perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas. Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas. Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
Kematian
orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan
meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah
terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun
dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU
KALINYAMAT. Pada masa
pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi
Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping
itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa
Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh
jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu
Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini
dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna
menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan
jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai RAINHA DE
JEPARA”SENORA DE RICA, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat
berkuasa dan kaya raya. Serangan sang Ratu yang gagah berani ini
melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang
prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan
serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka,
tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan
tentara Kalinyamat. Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah
luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu
sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia. Dua
puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat
mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer
kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar
berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di
pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis
sebagai “QUILIMO”. Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung
berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari
Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja
Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di
abad 16 itu.
Sebagai
peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai
sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam
Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam
membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara
yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang
berasal dari Negeri Cina. Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat
wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam
suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang telah
dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur,
kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau
dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April
1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau
terus bekerja keras membangun daerah. Untuk Tahun 2010 ini, Jepara telah mendapatkan sertifikasi Indikasi
Geografis terhadap produk Ukirnya yang sangat khas.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jepara